
Lampu Kuning Produk Kayu Kontroversial
SERTIFIKASI, kini jadi semacam fenomena tersendiri khususnya dalam upaya menghadirkan profesionalisme dunia kerja, apa pun bidangnya. Sehingga, upaya memperluas akses ke pasar internasional melalui strategi sertifikasi kini juga makin banyak dilakukan berbagai perusahaan. Termasuk yang sekarang gencar dilakukan oleh USAID melalui lembaga yang dikedepankan dengan nama 'Senada', di antaranya dalam upaya penguatan rantai nilai industri furniture, dengan program strategi sertifikasi produk green market.
Disadari, konsep daya saing pasar yang menekankan perbaikan pada kebijakan pengadaan bahan baku kayu, muncul sebagai akibat makin tingginya permintaan akan produk- produk kayu bersertifikat atau yang secara legal sudah disertifikasi.
Kini, Uni Eropa sedang berupaya mengembangkan Perjanjian Kemitraan Sukarela atau Voluntary Partnership Agreement (VPA) dengan negara- negara pengekspor kayu untuk mencegah masuknya ke Eropa produk kayu yang menggunakan bahan kayu ilegal. Perjanjian VPA ini, menurut Senior Industry Advisor 'Senada', Dini Rahim, dijadwalkan berlaku pada tahun 2008 dan secara bertahap akan menyebabkan semakin tertutupnya pasar terhadap kemungkinan produk kayu yang tidak jelas asal-usulnya.
Di tingkat bilateral, pemerintah RI telah menjalin kerja sama dengan negara-negara yang peduli terhadap upaya pencegahan pembalakan liar seperti Inggris, Jepang, Norwegia, dan Cina. Indonesia juga sedang dalam tahap negosiasi untuk mengembangkan perjanjian bilateral serupadengan Amerika Serikat. Perjanjian bilateral ini menjadi dasar untuk mencari solusi bersama terhadap masalah pembalakan liar di Indonesia.
"Perjanjian ini menjadi tekanan atau pressure bagi sektor manufaktur agar segera memperbaiki dan menerapkan kebijakan pengadaan atau pembelian yang lebih bertanggung jawab sebagai cara untuk bisa bertahan di segmen pasar tertentu," tambah Dini. Upaya ini juga mendapat dukungan dari Ketua Umum Asmindo Pusat, Ambar Tjahjono SE, yang menyatakan saat ini produk kayu atau produk furniture Indonesia sedang berada dalam posisi di atas. Sehingga, masalah kualitas dan daya saing harus benar-benar menjadi prioritas. "Jangan sampai produk
kita terimbas karena kalah bersaing dengan negara lain, apalagi pendatang baru seperti Vietnam," tambah Ambar. Menurut Dini Rahim, program pembelian bahan baku hasil hutan yang bertanggung jawab harus selalu bertujuan untuk peningkatan kinerja lingkungan dan sosial sektor manufaktur yang menjadi penyalur kepada pasar atau supply-base dengan secara tegas menghentikan pembelian kayu dari sumber yang tidak jelas asal-usulnya atau kontroversial.
Saat ini, beberapa jenis program sertifikasi, yang paling dikenal adalah yang didukung oleh forestry stewardship council (FSC) yang dilaksanakan oleh sejumlah badan sertifikasi yang benar-benar menguji dan melaksanakan audit yang diperlukan. Sistem FSC dijadikan rujukan bagi sejumlah LSM atau lembaga swasta untuk membantu sektor industri furniture mendapatkan sertifikasi, seringkali melalui program timber progression lima tahunan di mana sektor manufaktur furniture kayu harus memenuhi syarat atau millestone tertentu dalam jangka waktu yang diberikan. Untuk sampai pada tahap ini, dari titik mulai mana pun, sektor manufaktur kayu dapat menggunakan pendekatan secara bertahap. Dalam konteks tersebut, maka program penguatan rantai nilai industri furniture 'Senada' dilakukan dengan membantu sektor manufaktur mengembangkan pangsa pasar dan membuka akses ke pasar internasional lewat strategi sertifikasi green market yang dilakukan dengan pendekatan bertahap.
Program ini dilakukan lewat pendampingan terhadap sejumlah produsen yang diseleksi melalui mekanisme verifikasi legal yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan ekspor ke green market. Hasil yang dicapai pada program pendampingan ini akan diseminasikan kepada
masyarakat luas sebagai bagian dari kampanye kesadaran publik yang lebih besar mengenai pentingnya sertifikasi kayu untuk masuk ke green market. Elemen penting lain dari program sertifikasi ini, 'Senada' akan membantu menjembatani pengembangan jaringan pasar perusahaan furniture Indonesia yang sudah terseleksi dengan green market yang semakin berkembang di Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Fasilitas ini dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan mengikutsertakan perusahaan manufaktur furniture untuk menghadiri pameran perdagangan internasional, memberikan pelatihan persiapan menjelang pameran, akses kepada database dan pengembangan materi promosi pemasaran. Inisiatif yang dilakukan oleh 'Senada' ini dilaksanakan dengan saling melengkapi dengan program USAID yang sudah dikembangkan sebelumnya. 'Senada' merupakan program empat tahun yang didanai oleh USAID. Tujuan program ini adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja di Indonesia, dengan meningkatkan daya saing industri manufaktur padat karya seperti alas kaki, suku cadang, garmen dan home accesories.
Memang, masalah sertifikasi furniture kayu menjadi penting dan tak bisa ditunda lagi, demi merebut pasar. Tak berlebihan kalau dikedepankan pilihan 'sekarang atau tidak sama sekali'. Karena, pasar tak bisa ditunda dan tak bisa diajak negosiasi. Untuk mendapatkan sertifikat verification of legal origin, para produsen furniture harus melewati beberapa tahapan.
Pertama, baseline assessment bertujuan menilai kondisi awal perusahaan untuk memenuhi persyaratan sertifikasi dan tahapan perbaikan yang diperlukan. Kedua, pembuatan rencana tindak lanjut berdasarkan hasil baseline assessment. Ketiga, penerapan rencana tindak lanjut. Keempat, proses pre-sertifikasi dan sertifikasi verification of legal origin, oleh badan sertifikasi yang telah diakui.
Dalam hal ini, 'Senada' akan memfasilitasi jaringan pasar antara produsen furniture Indonesia yang memiliki sertifikasi verification of legal origin dengan pasar ekspor, melalui penyediaan basis data produsen furniture bersertifikasi, pendampingan persiapan ekspor, serta menjembatani pertemuan dengan para calon buyers. Seperti diketahui, verification of legal origin atau verifikasi asal usul bahan baku merupakan langkah awal bagi perusahaan furniture kayu menuju sertifikasi penuh. Verifikasi ini menekankan pada adanya bukti tertulis bahwa bahan baku kayu yang digunakan berasal dari sumber yang sahih. Sistem ini harus memenuhi lima persyaratan, yakni kriteria sistem mutu, kriteria pembelian dan penerimaan bahan baku kayu, kriteria proses produksi, kriteria pengiriman serta penjualan serta kriteria klaim dan informasi yang disampaikan ke masyarakat mengenai produk tersebut. (Ronny Sugiantoro)-k
Sertifikasi Untuk Tingkatkan Ekspor Furnitur ke Eropa dan Amerika
kayu sangat diperlukan untuk meningkatkan akses pasar produsen furnitur tanah air seiring dengan meningkatnya tuntutan dunia atas kayu legal yang digunakan untuk furnitur.
"Pasar penting seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat telah mengembangkan perjanjian multilateral dan bilateral untuk mencegah masuknya produk kayu ilegal ke kawasan," kata Ketua Umum ASMINDO, Ambar Tjahyono, di Jakarta.
Ia mengatakan produsen furnitur Indonesia harus bergerak cepat untuk mensertifikasi produknya jika tidak mau kehilangan pasar. Sebagai tahap awal dari proses sertifikasi ini, menurut Ambar, produsen furnitur kayu harus memastikan bahwa bahan baku kayu yang digunakan bukan berasal dari sumber yang tidak jelas asal usulnya atau kontroversial. Hal ini dapat dicapai melalui proses Verifikasi Asal Usul Bahan Baku (Verification of Legal Origin/VLO). Sementara itu, Senior Penasehat Industri SENADA, Dini Rahim mengatakan, terdapat 40 perusahaan furnitur di Jawa Tengah dan Yogyakarta yang mengikuti proses sertifikasi. Pada akhir 2008 separuh produsen furnitur tersebut akan dapat sertifikasi.
Hal tersebut merupakan satu hal baru dari industri furnitur, dan penting bagi produsen Indonesia atas tekanan konsumen pasar internasional. Sedangkan pimpinan proyek Manager Technischer Uberwachungs-Verein (TUV), Cecep Saepulloh mengatakan, verifikasi asal-usul bahan baku pada akhirnya akan memberikan keunggulan kompetitif bagi produsen furnitur sendiri dan memastikan bahwa pasokan bahan baku selalu dapat ditelusuri asal usulnya.
"Hal ini jadi langkah awal menuju sertifikasi hutan guna memastikan manajemen hutan yang lebih baik. Hutan yang sehat akan menciptakan industri produk hutan yang sehat pula," ujarnya. (*/lin)