Indonesia keberatan atas VPA Malaysia


JAKARTA. Perkembangan terbaru negosiasi penjanjian bilateral (bersifat sukarela) atau biasa disebut voluntary partnership agreement (VPA) antara Malaysia sebagai salah satu negara penghasil kayu dengan Uni Eropa menuai protes dari pengusaha kayu Indonesia. Mereka menganggap, Uni Eropa tidak adil.

Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) melihat ada persoalan dalam aturan itu. Sebab, proses sertifikasi status legal kayu yang hanya berlaku pada kayu dari Malaysia semenanjung, dan tidak berlaku untuk kayu dari Borneo, itu tidak adil. "Kita tahu, banyak kayu ilegal Indonesia berada di sana," kata Robianto Koestomo, anggota Apkindo dan Ketua Komite Industri Produk Hutan Kadin.

Sekadar menyegarkan ingatan, mulai tahun 2013, Uni Eropa akan memberlakukan aturan Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) yang intinya, hanya membolehkan kayu legal yang bisa masuk ke 27 negara anggota Uni Eropa.

Nah, menurut Robianto, dalam pertemuan di Brussel, Belgia, pekan lalu, negosiator Uni Eropa John Bazil membenarkan bahwa Malaysia hanya akan meneken VPA untuk kawasan semenanjung. Tentu saja, langkah ini langsung diprotes oleh Apkindo.

Sebab, meski hanya menyetujui pengiriman dari semenanjung, toh kayunya juga berasal dari Borneo yang kebanyakan juga didatangkan secara ilegal dari Indonesia. Karena itu, Robianto telah menyampaikan keberatan pada Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Julian Wilson, kemarin (20/9).

Tapi, Wilson mengaku belum mengetahui perkembangan itu. "Saya belum menerima kabar itu, nanti akan saya cek," ujarnya. Sebaliknya, ia lebih menyarankan Indonesia berfokus pada penerapan sistem legalisasi kayu atau sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) yang sudah dimiliki.

Maklum, di antara negara pengekspor kayu ke Eropa, baru Indonesia yang memiliki sistem SVLK. "Sistem memang sudah diterima oleh Uni Eropa dan termasuk dalam VPA Indonesia-Uni Eropa," tambah Robianto. Indonesia memang sudah merampungkan negosiasi VPA sejak Mei 2011. Saat ini, Apkindo sedang ujicoba verifikasi 10 produk kayu.

Di antara negara pengekspor kayu ke Eropa, Indonesia memang menjadi negara Asia pertama yang telah meneken VPA. Selain Indonesia, ada empat negara Afrika yang sudah menekennya, yakni Kamerun, Kongo, Republik Afrika Tengah, dan Ghana.

Kemudahan negara yang sudah meneken perjanjian VPA memang dapat mengekspor kayu ke Eropa lewat jalur hijau alias tanpa pemeriksaan. Sebaliknya, negara pengekspor yang belum memiliki VPA dengan Uni Eropa harus melalui proses uji tuntas (due diligence) asal kayu.


Sumber : http://industri.kontan.co.id/v2/read/1316575577/77927/Indonesia-keberatan-atas-VPA-Malaysia-

0 komentar:

Posting Komentar