Industri mebel diminta antisipasi peningkatan kualitas produk China


JAKARTA : Industri mebel diminta waspada atas dominasi produk China yang akan meningkatkan kualitasnya ke pasar menengah atas meskipun neraca perdagangan ekspor terhadap impor pada industri mebel dan komoditasnya masih surplus.

Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar mengatakan pada tahun lalu ekspor mebel dan komoditas terkaitnya menembus US$2 miliar terus menunjukkan pemulihan dibandingkan dengan kondisi 2009 senilai US$1,6 miliar atau tumbuh sekitar US$400 juta.

Di sisi lain, lanjutnya, volume impor mebel memang meningkat sekitar 62% namun total kenaikannya hanya sekitarnya US$226 juta terutama dengan membanjirnya produk mebel asal China.

"Namun industri mebel harus mencermati pergerakan China yang memiliki pembangunan ekonomi jangka panjang untuk mengubah struktur industri dari produk massal (murah) ke industri yang menghasilkan produk berkualitas termasuk dalam produk mebel," jelasnya akhir pekan lalu.

Mahendra menuturkan di sisi lain penguasaan China atas impor produk mebel ke Indonesia melesat tinggi hingga 52% termasuk di negara kawasan dan bahkan dunia.

Kondisi itu, lanjutnya, bagi industri mebel merupakan tantangan untuk menyiapkan strategi pengembangan mebel yang semakin berkualitas sehingga ke depan tidak perlu mengejar produk murah tapi lebih memprioritaskan produk berkualitas.

Dia menambahkan kondisi industri mebel dilihat dari tujuan ekspor mayoritas masih ke Amerika Serikat, Jepang, Eropa yang kondisinya masih menghadapi tantangan pemulihan ekonomi. Padahal transaksi ekspornya menguasai hingga 70% dari total ekspor mebel Indonesia.

Untuk itu, katanya, penguatan produksi dan prosesnya harus mengaju pada keberlanjutan bahan baku, sehingga pemerintah melalui Kemenhut mengeluarkan sistem verifikasi legalitas kayu yang akan diterapkan bertahap dan akan menyeluruh.

Artinya, sambung dia, penerapan sistem verifikasi itu harus lebih cepat dari negara lain agar industri mebel dan komoditas berbasis kayu didalam negeri semakin berdaya saing serta akan memperketat masuknya produk kayu impor.

Di samping itu, industri mebel harus mampu melakukan penetrasi pasar ke Timur Tengah, Amerika Latin dan Asia Tengah untuk mengurangi ketergantungan ekspor yang 70% ke AS dan Eropa.

"Satu lagi mebel Indonesia jangan mengambil fokus pada produk harga rendah karena nilai tambahnya sangat rendah, produk semacam itu sulit berkembang di pasar ekspor karena tidak me miliki keunikan desain dan branding sebagai kunci dan kekuatan untuk bertumbuh."

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Ambar Tjahyono mengutarakan industri furniture di dalam negeri memang mengejar pangsa pasar menengah atas sehingga sangat memperhatikan kualitas.

Saat ini, katanya, sedikitnya 200 perusahaan yang tergabung di Asmindo telah mengantongi sertifikasi legalitas atas penggunaan bahan baku kayu sehingga produknya terbuka luas di pasar ekspor.

"Bahkan kami mendapat pengakuan sebagai industri yang green product dari beberapa NGO yang fokus pada lingkungan hidup di dunia dan mendukung sepenuhnya program IFFINA sebagai kapal bagi industri mebel untuk menumbuhkan ekspor."

Ambar menambahkan pada tahun ini Asmindo menargetkan kinerja ekspor mebel dan kerajinan akan mencapai US$3 miliar dan dari pekan promosi yang digelar 11-14 Maret 2011 ditargetkan terjadi transaksi US$400 juta. (ln)

0 komentar:

Posting Komentar